Wanita dan Wanitanya

Tulisan ini dilatarbelakangi oleh beberapa request dari orang-orang yang meminta saya untuk menulis apapun yang saya mau tulis tak peduli bagi saya itu penting atau tidak diketahui oleh orang lain. Sering sekali sudah menulis panjang kali lebar dan pada akhirnya berakhir di rycle bin atau luluh lantah tersapu tombol back space. Kembali lagi setelah dibaca rasanya "ah nggak penting", "ah apaan ini nggak berbobot", "ah sepertinya belum teruji kebenarannya", dan ah, ah, ah yang lain.


Judulnya sedikit didramatisir mungkin. Sebenarnya kalau dulu sahabat-sahabat saya di Multiply pasti sudah pernah membaca tulisan sejenis, sebau, dan serasa. Tentang wanita, tentang kaum saya, tentang keturunan hawa. Kali ini saya tidak ingin menulis tentang wanita yang diciptakan lebih halus dari laki-laki, begitulah konon ceritanya. Tuhan menciptakan dua jenis manusia, satu diciptakan dengan karakter kasar dan satu lagi dengan karakter halus dipanggilnya si halus dengan nama wanita.


Ada satu teman saya anggap saja namanya kodok, pada suatu saat sekitar tahun 2009 menelfon saya malam-malam, sudah jadi tradisinya. Jauh dari kata mencintai dan dicintai, kami hanya teman diskusi murni. Dan tak lebih jauh pembahasan kami daripada tulisan kami masing-masing, cara pandang kami. Malam itu dia sedikit berkomentar tentang tulisan saya yang dianggapnya lebih sering memposisikan wanita sebagai korban dan laki-laki sebagai pelaku kejahatan. Padahal tak semuanya seperti itu sanggahnya kala itu. Iya tak semuanya melainkan sebagian besar batinku malam itu. Setelah panjang kali lebar akhirnya dia bercerita wanita itu diciptakan sebagai predator kaumnya sendiri. Kalimatnya membuatku menjadi pendengar kali itu. Iya baginya wanita itu predator bagi sesamanya. Dia akan dengan mudah mematikan, menyaingi, membunuh karakter sesamanya. Sesama jenisnya, yang sama-sama memiliki perasaan yang katanya halus itu. Tapi kenyataannya bukan hanya laki-laki murnilah si "pelaku kejahatan itu" melainkan spesiesnya sendiri, family, ordo atau apalah tatarannya. Iya wanita itu musuh bagi sesamanya "jadi kalau lu ngegebet cowo temen lu, bukan temen lu yang murni jahat, tapi lu sendiri yang jadi predator buat cewenya" kata-katanya bahkan sampai detik ini masih jelas benar di telinga saya.


Tidak ada tendensi apapun saat itu. Dia hanya memingatkan saya ada yang terlupa dari beberapa tulisan yang kala itu sering saya tulis. Dan satu lagi dia mengatakan pada saya "jangan pernah memangsa sesama wanita" Hahahahaha penutup sekaligus main idea dari percakapan kami. Iya baginya terkadang wanita nampak manis, lucu, menggemaskan, tapi di sisi lain dia spesies yang sangat menakutkan. Mempunyai kecenderungan untuk memangsa sesamanya. Dalam kasus perselingkuhan? Iya saya selalu menyalahkan pihak pria yang saya anggap sudah bersikap tidak loyal terhadap suatu komitmen yang sudah dipilihnya. Tapi dibalik itu semua ada kutu bersembunyi di balik selimut. Mengerikan, hal yang kurang mendapat perhatian dari saya ternyata adalah yang paling mengerikan dari sebuah kasus perselingkuhan adalah sikap kanibalisme dari si wanita terhadap jenisnya sendiri. Yang tentunya memiliki kecenderungan yang hampir sama. Peka, halus, lembut, dan mudah terluka.



Tapi ya sudahlah. Sekarang kami sudah lost kontak dan yang tersisa adalah kata-katanya yang masih mengena sekali "jangan pernah memangsa kaummu sendiri" aamiin semoga saja...



Bukannya saling mencerca
Tapi alangkah indahnya sesama wanita saling bisa membaca

Bukannya saling bersaing
Tapi alangkah indahnya sesama wanita nampang berdamping

Bukannya saling memangsa
Tapi alangkah bijaknya ketika saling tau mana yang menjadi miliknya








Good night
A short one
22:07

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jikalau

Teman Dalam Diam